﷽
اَلْحَمْدُ للهِ،
اَلْحَمْدُ للهِ الَّذِىْ جَعَلَ الْاِسْلَامَ طَرِيْقًا سَوِيًّا، وَوَعَدَ
لِلْمُتَمَسِّكِيْنَ بِهِ وَيَنْهَوْنَ الْفَسَادَ مَكَانًا عَلِيًّا. اَشْهَدُ
أَنْ لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لَاشَرِيْكَ لَهُ، شَهَادَةَ مَنْ هُوَ
خَيْرٌ مَّقَامًا وَأَحْسَنُ نَدِيًّا. وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا محَمَّدًا
عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الْمُتَّصِفُ بِالْمَكَارِمِ كِبَارًا وَصَبِيًّا.
اَللَّهُمَّ فَصَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَانَ صَادِقَ
الْوَعْدِ وَكَانَ رَسُوْلاً نَبِيًّا، وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ الَّذِيْنَ
يُحْسِنُوْنَ إِسْلاَمَهُمْ وَلَمْ يَفْعَلُوْا شَيْئًا فَرِيًّا، أَمَّا بَعْدُ .
فَيَا أَيُّهَا الْحَاضِرُوْنَ رَحِمَكُمُ اللهُ، اُوْصِيْنِيْ نَفْسِىْ
وَإِيَّاكُمْ بِتَقْوَى اللهِ، فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ. قَالَ اللهُ تَعَالَى
: بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ، يَا اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا
اتَّقُوْا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَاَنْتُمْ
مُسْلِمُوْنَ
Ma’asyiral
hadirin, jama’ah Jum’at Rohimakumulloh,
Mari
kita panjatkan segala puja dan puji serta syukur kita kepada Allah yang maha
ghofur atas limpahan rohmat karunia dan ni’mat nya kepada kita semua, ni’mat
iman dan islam, ni’mat sehat dan kesempatan sehingga Alhamdulillah, saat ini kita
bisa hadir di masjid yang mulia ini untuk melaksanakan ibadah sholat Jum’at.
Sholawat
dan salam semoga disampaikan selalu kepada Nabi agung pemimpin sekalian para
nabi dan rosul dialah Habibanaa wa nabiyyanaa Muhammad Shollallohu alaihi wa
sallam, kepada keluarga beliau, para sahabat, para tabi’in, pengikut tabi’iin
mudah mudahan termasuk kita didalamnya, dicatat sebagai umat baginda Nabi
Muhammad SAW. Aamin yaa robbal Aalamiin.
Selanjutnya
alfaqir menghimbau khusus nya untuk diri sendiri, marilah kita senantiasa
meningkatkan taqwa kita kepada Allah Ta’ala, taqwa dengan sebenar-benarnya
taqwa yaitu dengan berusaha terus menjalankan segala perintah Allah dan
menjauhi segala larangan-Nya. Karena dengan jalan taqwa inilah kita akan
mendapatkan kemuliaan dan kebahagiaan di dalam dunia hingga akhirat kelak. .
Aamin yaa robbal Aalamiin.
hadirin,
jama’ah Ju’mat yang di rohmati Allah..
Di
sadari atau tidak saat ini kita tengah berada diera informasi digital yang
tanpa sekat ruang dan waktu. Satu masa dimana manusia dapat mendapatkan sebuah
informasi dari suatu kejadian di belahan bumi yang jauh sekalipun, tanpa harus
menunggu lama. Hal ini dapat terjadi dengan mudah setelah berkembangnya
teknologi informasi dan media sosial (medsos) di tangan mayoritas masyarakat
dunia. Kita memang patut bersyukur karena dengan teknologi informasi dan media
sosial ini, mencari informasi keilmuan terbuka luas, komunikasi bisnis sangat
terbantu, menjadi media silaturrahmi, bahkan ada yang menjadi kaya dengan memanfaatkan
hadirnya teknologi informasi dan media sosial ini.
Di
sisi lain lewat medsos pula, orang bisa menjadi mudah melanggar norma-norma
agama maupun tatanan sosial masyarakat. Melalui medsos sekarang bisa curhat,
bisa juga menggunjing orang, memfitnah dan menebar ujaran kebencian dan berita
bohong, semuanya bisa dilakukakan hanya dengan apa yang ada dalam genggaman
tangan, melalui tulisan, gambar, atau video yang bisa diproduksi dalam hitungan
menit. Dalam waktu sebentar saja konten itu lalu menyebar ke mana-mana. Jutaan
orang bisa mengakses dan hebatnya lagi, gunjingan di media sosial tidak akan
pernah hilang sebelum dihapus.
Menceritakan
keburukan orang lain, dalam agama Islam dikenal dengan istilah ghîbah. Dalam
sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah ra diceritakan, suatu ketika
Rasulullah ﷺ pernah bertanya kepada para sahabat :
أَتَدْرُونَ
مَا الْغِيبَةُ؟
“Apakah
kalian tahu apa itu ghibah?”
Para
sahabat menjawab :
اللهُ
وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ
“Allah dan Rasulnya yang lebih tahu”
Kemudian
Nabi menjawab :
ذِكْرُكَ أَخَاكَ
بِمَا يَكْرَهُ
”Ghibah
adalah ketika kamu mengisahkan teman kamu tentang suatu yang tidak ia sukai”
Lalu
ada yang tanya kepada Nabi:
أَفَرَأَيْتَ إِنْ
كَانَ فِي أَخِي مَا أَقُولُ؟
“Bagaimana kalau yang saya katakan itu memang
sesuai faktanya, Ya Rasul?”
إِنْ كَانَ فِيهِ مَا
تَقُولُ، فَقَدِ اغْتَبْتَهُ، وَإِنْ لَمْ يَكُنْ فِيهِ فَقَدْ بَهَتَّ
“Ya
kalau memang yang kamu katakan itu fatka, berarti kamu menggujingnya. Namun
jika yang kamu bicarakan tidak sesuai fakta, maka kamu membuat kedustaan
terhadap dirinya” (HR Muslim).
Jama’ah
Jum’at Rohimakumulloh,
Dalam
pergaulan kekeluargaan dan masyarakat, besar kemungkinan kita akan menemukan
kekurangan-kekurangan orang-orang di sekitar kita. Dan itu wajar, karena di
sekeliling kita adalah manusia. Tak ada manusia tanpa kekurangan di dunia ini.
Jika harus menuntut adanya manusia suci tanpa salah, seharusnya tuntutan
tersebut terlebih dahulu untuk diri kita sendiri ketimbang orang lain.
Melalui
fasilitas seperti WA, Facebook, Instagram, Twitter, Youtube dan lain
sebagainya. Peluang untuk mengungkapkan isi hati atau menceritakan kekurangan
orang lain menganga besar. Pergunjingan kini tak hanya berupa
pembicaraan secara lisan melainkan pula bisa berupa tulisan atau konten
lainnya.
Selama
sarana tersebut efektif untuk menyampaikan keburukan, selama itu pula dosa
mengalir. Artinya, dosa ghibah bukan hanya bersumber dari lidah tapi juga bisa
dari tangan kita tangan.
Syekh
Muhammad bin Salim Ba-Bashil dalam kitab Is’adur
Rafiq juz 2, hal. 105 menyatakan :
وَمِنْهَا
كِتَابَةُ مَا يَحْرُمُ النُّطْقُ بِهِ
Artinya:
“Di antara maksiat tangan adalah menuliskan satu hal yang haram
diucapkan” (Syekh Muhammad bin Salim Ba-Bashil, Is’adur Rafiq, juz 2,
hal. 105).
Lebih
jauh beliau melanjutkan bahwa menggunjing dan jenis dosa menulis yang lain
justru dosanya lebih besar dan lebih langgeng. Sebab apa? Karena potensi
jangkauan maksiat tersebut lebih luas, dan tidak akan bisa hilang dalam
sekejap. Berbeda dengan ucapan, sekali disampaikan, langsung tidak ada
bekasnya. Walaupun kebencian yang ditebar juga tetap berbahaya.
Oleh
karena itu, baik melalui chat, telepon, video, sepanjang ada unsur
menggunjingnya, hukumnya adalah haram. Keharaman ini berlaku baik menggunjing
sesama Muslim atau pun menggunjing non-Muslim yang mereka tidak menyakiti kita.
Dalam
kitab Az-Zawajir, Ibnu Hajar al-Haitami menceritakan bahwa Imam al-Ghazali
pernah ditanya tentang hukum menggunjing non-Muslim. Kemudian Imam al-Ghazali
menjawab :
هِيَ فِي حَقِّ
الْمُسْلِمِ مَحْذُورَةٌ لِثَلَاثِ عِلَلٍ:
“Bagi
seorang Muslim menggunjing orang kafir dilarang karena tiga alasan.”
الْإِيذَاءُ
Pertama
yaitu “menyakiti hatinya”
Menyakiti
hati orang lain, selama dia tidak menyakiti kita, baik itu Muslim atau
non-Muslim, tidak dibenarkan.
وَتَنْقِيصُ خَلْقِ
اللَّهِ، فَإِنَّ اللَّهَ خَالِقٌ لِأَفْعَالِ الْعِبَادِ
Kedua,
“menganggap kurang ciptaan Allah”
Padahal
Allah-lah yang menciptakan semua gerak-gerik hamba-hamba-Nya.
(Menjelek-jelekkan non-Muslim di luar urusan keyakinannya, sama juga menganggap
ada yang kurang sempurna pada ciptaan Allah).
وَتَضْيِيعُ
الْوَقْتِ بِمَا لَا يُعْنِي
Ketiga,
“boros waktu untuk hal-hal yang tidak berguna”
Lebih
lanjut, Imam Ghazali juga menyatakan :
وَأَمَّا الذِّمِّيُّ
فَكَالْمُسْلِمِ فِيمَا يَرْجِعُ إلَى الْمَنْعِ مِنْ الْإِيذَاءِ،؛ لِأَنَّ
الشَّرْعَ عَصَمَ عِرْضَهُ وَدَمَهُ وَمَالَهُ
“Kafir
dzimmi (non-Muslim yang tidak memerangi orang Muslim) hukumnya berlaku
sebagaimana orang Islam dalam hal masing-masing tidak boleh disakiti.
Sesungguhnya syara’ melindungi kehormatan, darah dan hartanya.” (Ibnu
Hajar al-Haitami, Az-Zawâjir, [Dârul Fikr, Beirut, 1987], juz 2, halaman 27).
Jama’ah
Jum’at Rohimakumulloh,
Dalam
bermedsos, di antara kita banyak pula yang menjadi silent reader atau pembaca
pasif. Tidak pernah menuliskan status di Facebook, tidak pernah berkomentar di
WA Group, namun aktif membaca ke sana kemari. Menjadi silent reader pun tak
lantas terbebas dari jeratan ghibah. Sebagai silent reader, kita juga
harus berhati-hati dalam memilih berteman, mem-follow atau men-subscribe siapa?
Karena apabila kita salah memilih teman, berada pada grup yang keliru,
men-subscribe orang-orang yang gemar menggunjing pihak lain, maka kita akan
dengan mudah menjadi otomatis membaca berita gunjingan mereka.
Imam
Nawawi dalam kitabnya Hilyatul Anwar wa Syi’arul Abrar
mengatakan :
اِعْلَمْ
أَنَّ الْغِيْبَةَ كَمَا يَحْرُمُ عَلَى الْمُغْتَابِ ذِكْرُهَا، يَحْرُمُ عَلَى
السَّامِعِ اِسْتِمَاعُهَا وَإِقْرَارُهَا
“Menyimak
sebuah gunjingan dan membiarkannya itu sama haramnya dengan menggunjing itu
sendiri”
Bagi
penyimak jika mempunyai kemampuan harus mencegah, memberikan nasihat kepada
pembuat konten. Minimal, jika tidak mampu manangkal, hatinya harus inkar dan
meninggalkan majelis tersebut.
Dalam
konteks medsos, apabila ada postingan yang arahnya membicarakan keburukan orang
lain, segera pindah ke konten lain yang lebih bermanfaat. Jangan justru
gunjingan tersebut dibaca sampai selesai.
Allah
berfirman dalam Al-Qur’an :
يَا أَيُّهَا
الَّذِينَ آمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ
إِثْمٌ وَلَا تَجَسَّسُوا وَلَا يَغْتَبْ بَعْضُكُمْ بَعْضًا أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ
أَنْ يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ
اللَّهَ تَوَّابٌ رَحِيمٌ
Artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka
(kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. Dan janganlah
mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain.
Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah
mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah.
Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang” (QS
Al-Hujurat: 12).
Dalam
sebuah hadits, Nabi bersabda :
يَا مَعْشَرَ مَنْ
آمَنَ بِلِسَانِهِ، وَلَمْ يَدْخُلِ الْإِيمَانُ قَلْبَهُ، لَا تَغْتَابُوا
الْمُسْلِمِينَ، وَلَا تَتَّبِعُوا عَوْرَاتِهِمْ، فَإِنَّهُ مَنِ اتَّبَعَ
عَوْرَاتِهِمْ يَتَّبِعُ اللَّهُ عَوْرَتَهُ، وَمَنْ يَتَّبِعِ اللَّهُ عَوْرَتَهُ
يَفْضَحْهُ فِي بَيْتِهِ
Artinya:
"Wahai orang-orang yang beriman dengan lisannya akan tetapi iman
belum masuk kedalam hatinya, janganlah kalian mengghibahi kaum muslimin, dan
janganlah pula mencai-cari aib mereka, sesungguhnya barang siapa yang
mencari-cari aib saudaranya sesama muslim maka Allah akan mencari-cari
kesalahannya, dan barangsiapa yang Allah mencari-cari kesalahannya maka Allah
akan mempermalukannya meskipun ia berada di dalam rumahnya". (HR
Abu Dawud) .
بَارَكَ اللهُ لِيْ
وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَجَعَلَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ
مِنَ الْآيَاِت وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. إِنَّهُ هُوَ البَرُّ التَّوَّابُ الرَّؤُوْفُ
الرَّحِيْمُ. أعُوذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطانِ الرَّجِيْم، بسم الله الرحمن
الرحيم، وَالْعَصْرِ (١) إِنَّ الْإِنْسَانَ لَفِي خُسْرٍ (٢) إِلَّا الَّذِينَ
آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا
بِالصَّبْرِ (٣) ـ وَقُلْ رَبِّ اغْفِرْ وَارْحَمْ وَأَنْتَ أَرْحَمُ
الرّاحِمِيْنَ ـ
Jaka Suganda
Selasa, 11 Februari 2020
di gubah dari : https://islam.nu.or.id